Sunday, November 30, 2008

NATAL ITU BOHONG

NATAL DAN KEBOHONGANNYA

Al Quran menyatakan dengan tegas :
?Sungguh benar-benar kafirlah orang yang berkata: ?Allah itu adalah Isa Al Masih Putera Maryam? [Qs. Al Maaidah 72].

Dalam bukunya THE PLAIN TRUTH ABOUT CHRISTMAS Herbert W. Armstrong seorang Pastur Worldwide Church of God yang berkedudukan di Amerika Serikat dan juga sebagai kepala editor majalah Kristen "Plain Truth" yang bertiras sekitar 8 juta eksemplar tiap bulan mengungkap seluruh kebohongan tentang asal usul Natal yang tidak lain dan tidak bukan hanya merupakan sebuah "DAGELAN" kaum Murtadin yang berasal dari peringatan hari lahirnya Dewa Matahari lalu entah siapa yang memulainya telah dijadikan menjadi tanggal lahirnya "yesus" dan perayaan Natal. Belum lagi ditambah berbagai pernik yang tidak masuk akal disekitar "Natal" (Piet hitam, Santa Claus, salju), sebenarnya sudah bisa menjelaskan atas perayaan DAGELAN tersebut.

Lalu ada polemik disebagian umat Islam tentang boleh tidaknya mengucapkan "selamat" hari Natal kepada kawan atau mungkin saudaranya yang kebetulan beragama Nasrani, padahal sudah jelas jangankan mengacu pada Al Quran, dengan mengacu pada temuan temuan atas kebohongan 'misteri natal" saja sudah selayaknya umat Islam menutup mulutnya atas hal itu.

Natal bagi kaum muslimin"


Peringatan Natal (ulang tahun kelahiran Yesus) beda sama sekali dengan peringatan Maulid Nabi (peringatan kelahiran Rasulullah saw.) atau dengan proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus. Peringatan Maulid Nabi dan Proklamasi RI sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan ibadah mahdah (ritual), yang boleh ditinggalkan atau diselenggarakan, bukan masalah. Sedang Natal dalam Kristen, merupakan ibadah yang musti diperingati setiap tahun sebagaimana kedudukan shalat Ied bagi umat Islam. Bagi umat Islam, peringatan Natal yang dirayakan umat Kristen itu adalah hak asasi mereka. Umat Islam tidak usah menghalang-halangi dan meributkan kemeriahan Natal, selama perayaan itu tidak mengganggu akidah umat Islam.

Namun, perayaan Natal berubah jadi masalah antaragama, ketika ada pihak-pihak Kristen yang ingin mendapatkan sambutan iman dari umat agama lain, terutama Islam. Misal, ingin agar umat Islam mengucapkan ?Selamat Hari Natal? pada mereka. Ingin agar umat Islam (terutama para pejabat tinggi negara) ikut merayakan Natal bersama di gereja, dan lain sebagainya. Bagi sebagian umat Kristen, diberi ucapan Selamat Natal oleh umat Islam adalah satu kebanggaan dan kemenangan yang tak ternilai harganya.

Hal ini tercermin dalam tulisan Pendeta (murtadin) Rudy Muhammad Nurdin dalam bukunya:
?Sebagai pengikut Nabi Muhammad saw patutlah dan tidak salah muslim juga mengucapkan Salamah Maulid Isa Almasih (Selamat Natal Qurani) ?? Kisah Riwayat Nabi Muhammad saw. yang menikah dengan Siti Khadijah, isteri pertama nabi yang pada waktu itu beragama Kristen Nasrani, dan pada waktu itu agama Islam belum ada. Tentu umat pada waktu itu merayakan Maulid Nabi Isa as. yang kemudian diterjemahkan jadi Natal, bahasa yang berasal dari Brasilia (bahasa Latin). Bagi saya baik-baik saja agar Natal diganti dengan Selamat Maulid Isa Alaihisalam? (Selamat Natal Menurut Al Qur?an, hal. 11-12).

Itu sangat mengada-ada. Jangankan Nabi Muhammad, Nabi Isa dan para pengikutnya sampai abad ke-4 saja tidak pernah merayakan ulang tahun kelahiran Nabi Isa. Dari ratusan buku, ensiklopedi, dan hadits yang telah dikaji oleh Tim FAKTA, tak satupun yang menuliskan bahwa Nabi Muhammad pernah merayakan Natalan bersama umat Kristen. Tuduhan Pdt. Nurdin itu adalah kebohongan besar.

Misteri 25 Desember


Para Teolog yang berpikir kritis dan ilmiah, secara jujur mengakui 25 Desember bukan hari lahirnya Yesus. Tabloid Victorius edisi Natal tahun lalu mengungkapkan keheranannya soal Natal yang misterius: ?Entah kapan dan siapa tokoh pencetus hari Natal, hingga sekarang masih dicermati.

Dan apa benar tanggal 25 Desember itu adalah hari kelahiran Yesus? Ini masih misterius?.
Dr. J.L. Ch. Abineno menambahkan: ?Gereja-gereja merayakan Natal pada tanggal 25 Desember. Kebiasaan ini baru dimulai dalam abad ke-4. Sebelum itu Gereja tidak kenal perayaan Natal. Gereja tidak tahu pasti kapan ?pada hari dan tahun keberapa? Yesus dilahirkan. Kitab-kitab Injil tidak memuat data-data soal itu. Dalam Lukas pasal 2 dikatakan bahwa pada waktu Yesus dilahirkan, gembala-gembala sedang berada di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam (ayat 8). Itu berarti Yesus dilahirkan antara bulan Maret atau April dan November? (Buku Katekisasi Perjanjian Baru, hal. 14).

Misteri 25 Desember dan kontroversi Natal, asal-usulnya masih diperdebatkan tak ada ujung pangkalnya. Tidak heran jika sebagian kalangan Kristen ada yang merayakan Natal pada 6 Januari, atau 25 Maret, atau 19 April. Bahkan Kristen Advent tidak merayakan Natal sama sekali.

Asal-usul Natal


imageAkar perayaan Natal berasal dari kebudayaan bangsa Romawi. Orang Romawi sekitar abad ke-10 hingga 7 sebelum Yesus lahir (sebelum Masehi) mengenal hari lahirnya Dewa Matahari yang diperingati tiap 25 Desember dengan sebutan ?Saturnalia?. Hari itu dianggap sebagai ?The Winter Saltice?, saat mana matahari berada di titik yang paling jauh dari katulistiwa.

Saat matahari memperpanjang kekuatan untuk naik dalam titik balik perjalanan tahun. Saat itulah beberapa daerah di Eropa menjadi siang sepanjang hari tanpa mengalami datangnya malam. Itu pas tanggal 25 Desember. Pada proses itulah perayaan Saturnalia dirayakan dengan pesta pora, hura-hura, mabuk-mabukan, dan berbagai ritual amoral. Mereka menganggap bahwa ini adalah keajaiban alam yang dapat dibuat sang matahari. Itu sebabnya matahari dipuja sebagai Dewa Matahari.

Diadopsi Gereja


Ketika Byzantium berkuasa, kaisar Konstantinus Agung mengkonversi Kristen sebagai agama negara. Banyak gereja didirikan dan semua penduduk di daerah kekuasaan Romawi disuruh masuk Kristen. Maka terjadilah proses Sinkretisme antara agama lama dengan agama Kristen. Gereja mengadopsi kebudayaan masyarakat dengan harapan agar pengikutnya tetap jadi Kristen.

Itu sebabnya pada 355 M, Liberius, Bishop Katolik, memproklamirkan tanggal 25 Desember yang tadinya diperingati sebagai lahirnya Dewa Matahari, mulai saat itu diubah jadi peringatan hari lahirnya Yesus Kristus. Liberius mengaitkan perayaan Saturnalia dengan Yesus sendiri. Dia mendasarkan keputusannya atas keyakinan bahwa Yesus Kristus adalah Sang Dewa Matahari itu. Maka disimpulkan bahwa Yesus adalah sumber segala terang. Bahkan tertulis dalam Injil bahwa Yesus mengaku: ?Aku adalah Terang Dunia?.

Dengan demikian, jelaslah bahwa peringatan Natal Yesus Kristus 25 Desember itu bukan ajaran Yesus, tik ada dalam kitab suci, hanya meniru ajaran agama kafir sebelumnya.

Natal Sang Immanuel


Salah satu ayat yang sering dijadikan motto dalam peringatan Natal adalah Injil Matius 1:23 ?Sesungguhnya anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan dia Immanuel, yang berarti: Allah menyertai kita?.

Ayat tersebut menubuatkan bahwa bayi yang dikandung Maria itu nantinya akan diberi nama Immanuel. Padahal, selama hidupnya Yesus tidak pernah dipanggil Immanuel. Bahkan pada hidupnya pun Yesus tidak mengatakan Immanuel (Allah menyertai kita). Menurut cerita Bibel, ketika menghembuskan nafas terakhir di tiang salib Yesus justru berteriak: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku ? (lihat Injil Matius 27:46).

Kelahiran Yesus versi Al Quran


Al Quran memberikan isyarat kelahiran Nabi Isa di Palestina sebagai berikut:
?Goyang-goyangkanlah pohon kurma itu, niscaya pohon itu akan menjatuhkan buahnya yang masak untukmu? (Qs. Maryam 25). Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa Nabi Isa lahir pada musim buah korma. Di Palestina, buah korma bisa masak ketika musim kemarau, yaitu sekitar bulan Agustus sampai dengan awal September. Mustahil Nabi Isa lahir bulan Desember, karena bulan Desember adalah musim dingin yang tidak akan membuahkan musim buah korma masak. Maka jika ada umat Islam yang turut merayakan Natal atau mengucapkan selamat Natal atas kelahiran Yesus, berarti dia mengingkari Al Quran surat Maryam 25. (Sabili)

Sunday, November 23, 2008

DARI RUSIA

Kalangan Muda Tatarstan Ramai-ramai Memeluk Islam PDF Print E-mail

Toko pakaian di seberang masjid itu menjual aneka ragam pakaian. Dari celana jeans hingga T-sirt. Tetapi juga menyediakan para pelanggan yang ingin membeli pakaian muslim dan warna-warni jilbab.

Di Tatarstan, pemandangan anak-anak muda berpakaian khas muslim dan meninggalkan pakaian ala Barat mulai nampak di mana-mana. Lebih dari sekedar trend fasion, , kecenderungan mencerminkan gelombang minat yang amat tinggi berislam bagi kalangan muda, terutama dari sebagian besar daerah Islam.

"Anak-anak muda sedang mencari sesuatu yang lebih, sesuatu yang lebih dalam dari sekedar klab malam, alkohol dan seks," ujar Eliza. Pramuniaga berusia 22 tahun ini mengenakan jilbab biru yang dibungkus dengan jaket dan rok hitam.

Menurutnya, banyak anak yang muda Tatar --yang melacak garis keturunan mereka kepada sekumpulan bangsa Mongol yang menyebrang ke Rusia antara abad ke-12 sampai 13—sebagaimana cara khas pakaiannya yang menggunakan pakaian Islam.

Tumbuh permintaan pakaian Muslim telah memungkinkan pemilik toko Ildar Gubaydullin untuk membuka dua toko di pusat ibukota Tatarstan selama dua bulan lalu . Namun di pusat kota Kazan, di mana pencakar langit bercampur campuran dengan arsitektur Rusia, kubah gereja kaum ortodox Rusia dan menara masjid, kecenderungan seperti itulah tidaklah begitu nampak.

Kristen Ortodox Rusia merupakan kelompok kedua terbesar di Tatarstan.Meski demikian, anak-anak muda Tatar sedang berbalik pada Islam. Masih banyak orang masih memakai celana jeans biru, namun jilbab adalah pemandangan yang biasa.

"Di mana-mana, sekarang ini, di universitas, di) sekolah," ujar Dzhamila, gadis berusia 18 seperti dituturkan pada The Associated Press (AP), Selasa, (30/8) kemarin.


Pavel Chikov, (27) membenarkan. Belakangan ini minat terhadap Islam menjadi kebiasaan baru --sejak empat tahun lalu-- itu dicerminkan tidak hanya di dalam hal pakaian, tetapi juga larisnya makanan yang disajikan menurut Islam, khususnya makanan halal.. "Ini suatu proses alami. Tak seorangpun memaksa atas pada kami," ujarnya.

Menurutnya, wajah Islam mulai nampak di publik. Sebuah masjid megah, Qol Sharif telah berdiri bulan Juni lalu . Universitas Islam telah dibuka lima tahun lalu. Sejak Soviet bangkrut, ujar Khakimov, hampir tiga belas sekolah Islam berdiri.

Saat peresmian masjid Qol Sharif, bukan Juni lalu, pimpinan Dewan Muslim Tatarstan, Iskhakov Gusman Gumerovich, sempat menyatakan, pembangunan masjid dan revitalisasi masjid-masjid 'mati' di Tatarstan adalah penanda semangat Islam telah lahir kembali di negaranya.

Pembangunan kembali masjid tak hanya dilakukan di Kazan, tetapi juga 29 wilayah lain di negara itu.

Umumnya, masjid-masjid 'mati' atau yang telah berubah fungsi dikembalikan lagi sebagai pusat ibadah kaum Muslim.

''Masjid adalah pusat pencerahan. Masjid akan menyatukan umat dan meningkatkan pendidikan moral, terutama bagi generasi muda,'' ujarnya.

Semangat berislam warga Tatarstan adalah juga cerminan ghirah berislam di beberapa negara bekas Uni Soviet.

Bahkan di Rusia, dari hari ke hari makin banyak warganya yang memilih pindah ke agama Islam meski sikap anti-Islam juga terus berlangsung. Sekitar 20 ribu orang telah menjadi mualaf sejak periode Januari hingga Oktober tahun 2004. Angka itu, hanya di ibukota Moskow saja. Pada periode yang sama tahun 2002, sekitar 12.450 orang telah menyatakan diri sebagai Muslim. (The Moscow Time.com/AP/hid/cha)

JAKCO JADI MUALLAF

Fluid
Michael Jackson Memeluk Islam PDF Print E-mail
Friday, 21 November 2008 03:08

Bintang pop ternama dunia, Michael Jackson dikabarkan telah memeluk Islam dan berganti nama menjadi Mikaeel (Mikail), salah satu nama Malaikat yang dikenal dalam Islam


Bintang pop ternama Michael Jackson (50) telah menjadi seorang Muslim - dan berubah nama-nya menjadi Mikaeel (Mikail), salah satu nama malaika yang dikenal dalam Islam.

Jacko, demikian ia akrab disapa dikabarkan telah mengucapkan dua kalimat syahadat di sebuah rumah karibnya di Los Angeles. Sebagaimana dikutip The Sun, kakak penyanyi Janet Jackson ini beralih menjadi Muslim dalam sebuah acara kecil yang dihadiri seorang imam.

Sebuah sumber menyebut, Jacko mengucapkan syahadat di sebuah studio kecil di rumah sahabat karibnya dalam reekaman album baru.

“Mereka mulai membicarakan mengenai kepercayaan yang dianutnya (Islam), dan mengatakan bagaimana kehidupan mereka menjadi baik setelah menganut agama barunya itu. Setelah itu Michael merasa tersentuh dengan ide masuk Islam,” kata seorang sumber Jumat (21/11).

Sebagaimana diberitakan, Jacho sebelumnya menolak menggunakan nama baru Mustafa. Ia justru lebih memilih nama Mikaeel (Mikail).

Michael Jackson telah mengalami pengembaraan ruhani yang cukup lama setelah kehidupannya banyak didera masalah. Sebelum ini, ia bahkan dikabarkan telah akrab dan dekat dengan jamaah Nation of Islam pimpinan Louis Farrakhan.

Banyaknya permasalahan berat yang dialami Jacko, membuat saudara Jermaine Jackson, pernah meminta agar artis yang selalu kontroversial ini memilih Islam sebagai pelindung. Jermaine pernah mengusulkan agar Jacko pergi ke negeri Islam di mana orang shalat 5 kali sehari. Nampaknya, Michael Jackson memikirkan masalah itu. [thesun/ntpost/cha/www.hidayatullah.com]

Friday, September 26, 2008

PERANG SALIB KEDUA

Perang Salib Kedua

Perang Salib Kedua
Bagian dari Perang Salib

Peta tahun 1140 yang menunjukan jatuhnya Edessa di sebelah kanan peta, yang merupakan sebab terjadinya Perang Salib Kedua.
Tanggal 1145-1149
Lokasi Semenanjung Iberia, Timur Dekat (Anatolia, Levant, Palestina), Mesir
Hasil Kegagalan mendirikan kembali Edessa. Meningkatnya pertempuran antara negara-negara Tentara Salib dan kekaisaran Muslim. Penaklukan Lisbon oleh Portugis, jatuhnya Murabitun, dan bangkitnya Muwahidun. Traktat perdamaian antara Kekaisaran Bizantium dan Seljuk. Meningkatnya ketegangan antara Kekaisaran Bizantium dan Tentara Salib. Dimulainya serangan Tentara Salib ke Mesir.
Perubahan wilayah Status quo ante bellum
Pihak yang terlibat
Tentara salib Saracen
Komandan
Melisende dari Yerusalem
Baldwin III dari Yerusalem
Raymond II
Raymond dari Poitiers
Manuel I Komnenos
Thoros II
Afonso I dari Portugal
Alfonso VII dari León
Conrad III dari Jerman
Ottokar III dari Styria
Louis VII dari Perancis
Thierry dari Elsas
Stephen dari Inggris
Geoffrey V
Mesud I
Roger II
Tashfin bin Alibr
Ibrahim bin Tashfin
Ishaq bin Ali
Abdul Mu'min
Imad ad-Din Zengi
Saif ad-Din Ghazi I
Al-Muqtafi
Al-Hafiz
Kekuatan
Jerman: 20.000 tentara[1]
Perancis: 15.000 tentara[2]

Perang Salib Kedua (1145–1149) adalah Perang Salib kedua yang dilancarkan dari Eropa. Perang ini terjadi akibat jatuhnya County Edessa pada tahun sebelumnya. Edessa adalah negara-negara Tentara Salib yang pertama kali didirikan selama Perang Salib Pertama (10951099), dan juga negara yang pertama kali runtuh. Perang Salib Kedua diumumkan oleh Paus Eugenius III, dan merupakan Perang Salib pertama yang dipimpin oleh raja-raja Eropa, seperti Louis VII dari Perancis dan Conrad III dari Jerman, dengan bantuan dari bangsawan-bangsawan Eropa penting lainnya. Pasukan-pasukan kedua raja tersebut bergerak menyebrangi Eropa secara terpisah dan sedikit terhalang oleh kaisar Bizantium, Manuel I Comnenus; setelah melewati teritori Bizantium ke dalam Anatolia, pasukan-pasukan kedua raja tersebut dapat ditaklukan oleh bangsa Seljuk. Louis, Conrad, dan sisa dari pasukannya berhasil mencapai Yerusalem dan melakukan serangan yang "keliru" ke Damaskus pada tahun 1148. Perang Salib di Timur gagal dan merupakan kemenangan besar bagi orang Muslim. Kegagalan ini menyebabkan jatuhnya kota Yerusalem dan Perang Salib Ketiga pada akhir abad ke-12.

Serangan-serangan yang berhasil hanya terjadi di luar laut Tengah. Bangsa Flem, Frisia, Normandia, Inggris, Skotlandia, dan beberapa tentara salib Jerman, melakukan perjalanan menuju Tanah Suci dengan kapal. Mereka berhenti dan membantu bangsa Portugis merebut Lisboa tahun 1147. Beberapa di antara mereka, yang telah berangkat lebih awal, membantu merebut Santarém pada tahun yang sama. Mereka juga membantu menguasai Sintra, Almada, Palmela dan Setúbal, dan dipersilakan untuk tinggal di tanah yang telah ditaklukan, tempat mereka mendapatkan keturunan. Sementara itu, di Eropa Timur, Perang Salib Utara dimulai dengan usaha untuk merubah orang-orang yang menganut paganisme menjadi beragama Kristen, dan mereka harus berjuang selama berabad-abad.


Latar belakang

Setelah terjadinya Perang Salib Pertama dan Perang Salib 1101, terdapat tiga negara tentara salib yang didirikan di timur: Kerajaan Yerusalem, Kerajaan Antiokhia, dan County Edessa. County Tripoli didirikan pada tahun 1109. Edessa adalah negara yang secara geografis terletak paling utara dari keempat negara ini, dan juga merupakan negara yang paling lemah dan memiliki populasi yang kecil; oleh sebab itu, daerah ini sering diserang oleh negara Muslim yang dikuasai oleh Ortoqid, Danishmend, dan Seljuk. Baldwin II dan Joscelin dari Courtenay ditangkap akibat kekalahan mereka dalam pertempuran Harran tahun 1104. Baldwin dan Joscelin ditangkap kedua kalinya pada tahun 1122, dan meskipun Edessa kembali pulih setelah pertempuran Azaz pada tahun 1125, Joscelin dibunuh dalam pertempuran pada tahun 1131. Penerusnya, Joscelin II, dipaksa untuk bersekutu dengan kekaisaran Bizantium, namun, pada tahun 1143, baik kaisar kekaisaran Bizantium, John II Comnenus dan raja Yerusalem Fulk dari Anjou, meninggal dunia. Joscelin juga bertengkar dengan Raja Tripoli dan Pangeran Antiokhia, yang menyebabkan Edessa tidak memiliki sekutu yang kuat.

Sementara itu, Zengi, Atabeg dari Mosul, merebut Aleppo pada tahun 1128. Aleppo merupakan kunci kekuatan di Suriah. Baik Zengi dan raja Baldwin II mengubah perhatian mereka ke arah Damaskus; Baldwin dapat ditaklukan di luar kota pada tahun 1129. Damaskus yang dikuasai oleh Dinasti Burid, nantinya bersekutu dengan raja Fulk ketika Zengi mengepung kota Damaskus pada tahun 1139 dan tahun 1140; aliansi dinegosiasikan oleh penulis kronik Usamah ibn Munqidh.

Pada akhir tahun 1144, Joscelin II bersekutu dengan Ortoqid dan menyerang Edessa dengan hampir seluruh pasukannya untuk membantu Ortoqid Kara Aslan melawan Aleppo. Zengi, yang ingin mengambil keuntungan dalam kematian Fulk pada tahun 1143, dengan cepat bergerak ke utara untuk mengepung Edessa, yang akhirnya jatuh ketangannya setelah 1 bulan pada tanggal 24 Desember 1144. Manasses dari Hierges, Philip dari Milly dan lainnya dikirim ke Yerusalem untuk membantu, tetapi mereka sudah terlambat. Joscelin II terus menguasai sisa Turbessel, tetapi sedikit demi sedikit sisa daerah tersebut direbut atau dijual kepada Bizantium. Zengi sendiri memuji Islam sebagai "pelindung kepercayaan" dan al-Malik al-Mansur, "raja yang berjaya". Ia tidak menyerang sisa teritori Edessa, atau kerajaan Antiokhia, seperti yang telah ditakuti; peristiwa di Mosul memaksanya untuk pulang, dan ia sekali lagi mengamati Damaskus. Namun, ia dibunuh oleh seorang budak pada tahun 1146 dan digantikan di Aleppo oleh anaknya, Nuruddin.[3] Joscelin berusaha untuk merebut kembali Edessa dengan terbunuhnya Zengi, tapi Nuruddin dapat mengalahkannya pada November 1146.

Seri Perang Salib
Perang Salib Pertama
Perang Salib Rakyat
Perang Salib Jerman, 1096
Perang Salib 1101
Perang Salib Kedua
Perang Salib Ketiga
Perang Salib Keempat
Perang Salib Albigensian
Perang Salib Anak-anak
Perang Salib Kelima
Perang Salib Keenam
Perang Salib Ketujuh
Perang Salib Gembala
Perang Salib Kedelapan
Perang Salib Kesembilan
Perang Salib Utara

Reaksi dari Barat

Berita jatuhnya Edessa diberitakan oleh para peziarah pada awal tahun 1145, lalu kemudian oleh duta besar dari Antiokhia, Yerusalem dan Armenia. Uskup Hugh dari Jabala melaporkan berita ini kepada Paus Eugenius III, yang menerbitkan bula kepausan Quantum praedecessores pada tanggal 1 Desember 1145, yang memerintahkan dilaksanakannya Perang Salib Kedua. Hugh juga memberitahu Paus bahwa seorang raja Kristen timur diharapkan akan memberi pertolongan kepada negara-negara tentara salib: ini merupakan penyebutan Prester John yang pertama kali didokumentasikan. Eugenius tidak menguasai Roma dan tinggal di Viterbo, namun demikian, perang salib diartikan untuk lebih mengatur dan menguasai daripada Perang Salib Pertama: beberapa pendeta akan diterima oleh paus, angkatan bersenjata akan dipimpin oleh raja-raja terkuat dari Eropa, dan rute penyerangan akan direncanakan. Tanggapan terhadap bula kepausan perang salib sedikit, dan harus dikeluarkan kembali saat Louis VII akan mengambil bagian dalam ekspedisi. Louis VII dari Perancis juga telah memikirkan ekspedisi baru tanpa campur tangan Paus, di mana ia mengumumkan kepada istanannya di Bourges pada tahun 1145. Hal ini diperdebatkan saat Louis merencanakan perang salibnya sendiri, saat ia hendak memenuhi janjinya kepada saudaranya, Phillip, bahwa ia akan pergi ke Tanah Suci, di mana ia akhirnya dihentikan oleh kematian. Mungkin Louis memilih pilihannya dengan bebas dengan mendengar tentang Quantum Praedecessores. Dalam beberapa hal, Kepala Biara Suger dan bangsawan lainnya tidak senang dengan rencana Louis, di mana ia akan pergi dari kerajaan selama beberapa tahun. Louis berkonsultasi dengan Bernard dari Clairvaux, yang menyuruhnya menemui kembali ke Eugenius. Kini Louis telah mendengar tentang bula kepausan, dan Eugenius dengan penuh semangat mendukung perang salib Louis. Bula kepausan dikeluarkan kembali pada tanggal 1 Maret 1146, dan Paus Eugenius memberikan kekuasaan kepada Bernard untuk berceramah di Perancis.[4]

Bernard dari Clairvaux

Paus memerintahkan Bernard untuk mengkhotbahkan Perang Salib Kedua dan memberikan indulgensi yang sama untuk itu sebagaimana diberikan oleh Paus Urbanus II untuk Perang Salib Pertama.[5] Parlemen diundang di Vézelay, Burgundia tahun 1146, dan Bernard berkhotbah dihadapan dewan. Louis VII dari Perancis, istri Louis Aliénor dari Aquitania, pangeran dan pemimpin-pemimpin hadir dan tiarap dibawah kaki Bernard untuk menerima salib peziarah. Conrad III dari Jerman dan keponakannya Frederick Barbarossa, menerima salib dari tangan Bernard.[6] Paus Eugenius sendiri datang ke Perancis untuk menyemangati. Bernard kemudian menuju ke Jerman, dan mukjizat-mukjizat dilaporkan semakin lama semakin banyak hampir di setiap langkahnya yang menandai keberhasilan misinya.

Aliénor dari Aquitania
Aliénor dari Aquitania

Walaupun semangatnya meluap-luap, namun pada dasarnya Bernard bukanlah seorang fanatik maupun penganiaya. Seperti pada Perang Salib Pertama, khotbahnya dengan tidak sengaja menyebabkan serangan terhadap orang Yahudi; pendeta fanatik Perancis yang bernama Rudolf menyebabkan pembantaian Yahudi di Rhineland, Cologne, Mainz, Worms, dan Speyer, dengan Rudolf menyatakan Yahudi tidak membantu secara finansial untuk menyelamatkan Tanah Suci. Bernard menentang serangan tersebut dan berkelana dari Flander ke Jerman untuk menyelesaikan masalah dan menenangkan massa. Bernard lalu bertemu Rudolf di Mainz dan berhasil membuatnya diam, lalu mengembalikannya ke biara.[7]

[sunting] Perang salib Wend

Ketika Perang Salib Kedua dipanggil, banyak orang Jerman Selatan yang menjadi sukarelawan perang. Orang Jerman Utara tidak mau mengikutinya. Pada pertemuan Reichstag di Frankfurt tanggal 13 Maret 1147, mereka memberitahu Santo Bernard bahwa mereka lebih ingin berperang melawan bangsa Slavia. Paus Eugenius menerima rencana Sachsen dan mengeluarkan bula kepausan Divina dispensatione pada 13 April. Bula Kepausan ini menyatakan bahwa tidak ada perbedaan nilai spiritual yang didapat dalam masing-masing perang salib. Orang yang menjadi sukarelawan melawan bangsa Slavia adalah bangsa Denmark, Sachsen, dan Polandia,[8] dan juga terdapat bangsa Bohemia.[9] Wakil Paus, Anselm dari Havelberg, diberi wewenang untuk memegang kekuasaan secara keseluruhan. Kampanye itu sendiri dipimpin oleh keluarga Sachsen seperti Ascania, Wettin, dan Schauenburg.[10]

Santo Bernard dari Clairvaux.
Santo Bernard dari Clairvaux.

Kecewa dengan parsitipasi Jerman dalam perang salib, Obotrit menyerang Wagria pada Juni 1147, menyebabkan pergerakan tentara salib pada akhir musim panas tahun 1147. Setelah mengeluarkan Obotrit dari teritori Kristen, tentara salib menyerang benteng Obotrit di Dobin dan benteng bangsa Liutizia di Demmin. Ketika beberapa tentara perang salib menganjurkan untuk menghancurkan wilayah di luar kota, beberapa lainnya menolak, "Apakah itu bukan tanah kita hingga kita hendak menghancurkannya, dan apakah mereka bukan bangsa kita sehingga kita hendak bertarung lawan mereka?"[11] Pasukan Sachsen dibawah Henry si Singa mundur setelah kepala kaum pagan Niklot setuju untuk membaptis garnisiun Dobin. Setelah pengepungan Demmin gagal, kontingen tentara salib dialihkan untuk menyerang Pomerania. Mereka telah mencapai kota Kristen Stettin, lalu sesudah itu tentara salib dibubarkan setelah bertemu Uskup Albert dari Pomerania dan Pangeran Ratibor I dari Pomerania. Menurut Bernard dari Clairvaux, tujuan perang salib ini adalah untuk melawan Slavia pagan "hingga pada saatnya nanti, dengan pertolongan Tuhan, entah mereka akan berpindah agama atau disingkirkan.".[12] Namun, tentara salib gagal merubah agama kebanyakan Wend. Orang-orang Sachsen mendapati kaum Slavia di Dobin berbondong-bondong kembali ke kepercayaan pagan mereka ketika tentara Kristen dibubarkan, "Jika mereka ingin agar Kekristenan mengakar kuat ... yang harus mereka lakukan adalah menyebarkannya melalui pengajaran, bukan menggunakan senjata."[13]

Pada akhir perang salib, Mecklenburg dan Pomerania mengalami penjarahan dan depopulasi akibat maraknya pertumpahan darah, terutama oleh tentara Henry si Singa.[14] Hal ini membantu membawa lebih banyak kemenangan Kristen di masa depan. Penduduk Slavia kehilangan banyak metode produksi, membatasi perlawanan mereka di masa depan.[15]

Reconquista dan jatuhnya Lisbon

Alfonso I dari Portugis
Alfonso I dari Portugis

Pada musim semi tahun 1147, Paus mengatur ekspansi perang salib ke semenanjung Iberia. Ia memerintahkan Alfonso VII dari León untuk menyamakan kampanyenya melawan Moor dengan sisa Perang Salib Kedua.[16] Pada Mei 1147, kontingen tentara salib pertama meninggalkan Dartmouth di Inggris menuju Tanah Suci. Cuaca buruk memaksa kapal mereka berhenti di kota Porto pada 16 Juni 1147. Di sana mereka dibujuk untuk bertemu dengan Afonso I dari Portugal.[17]

Tentara salib setuju untuk membantu Afonso menyerang Lisbon. Pengepungan Lisbon terjadi dari 1 Juli hingga 25 Oktober 1147. Pada 25 Oktober, penguasa Moor menyerah, terutama karena kelaparan. Kebanyakan tentara salib menetap di kota yang baru direbut, tetapi beberapa dari mereka berlayar dan meneruskan perjalanan ke Tanah Suci.[17]

Di tempat lain di semenanjung Iberia pada waktu yang hampir sama, Alfonso VII of León, Ramon Berenguer IV, dan lainnya memimpin tentara salib Katalan dan Perancis melawan kota pelabuhan Almería yang kaya. Dengan dukungan dari angkatan laut Genova-Pisa, kota ini berhasil diduduki pada Oktober 1147.[18] Ramon Berenger lalu menyerang wilayah Taifa Murabitun di Valencia dan Murcia. Pada Desember 1148, ia merebut Tortosa setelah pengepungan selama lima bulan dengan bantuan tentara salib Perancis dan Genova.[18] Satu tahun kemudian, Fraga, Lleida dan Mequinenza jatuh ke tangan pasukannya.[19]

Perang Salib di Timur

Joscelin mencoba merebut kembali Edessa setelah pembunuhan Zengi, tetapi Nuruddin menaklukannya pada November 1146. Pada 16 Februari 147, tentara salib Perancis bertemu di Étampes untuk mendiskusikan rutem ereka. Jerman memilih untuk melewati Hongaria karena Roger II, Raja Sisilia, adalah musuh dari Conrad dan rute laut secara politis tidak praktis. Banyak bangsawan Perancis tidak mempercayai jalur yang akan membawa mereka melalui Kekaisaran Romawi Timur tersebut, yang memiliki sejarah buruk pada masa Perang Salib Pertama. Meskipun demikian, akhirnya diputuskan untuk mengikuti Conrad, dan direncanakan untuk berangkat pada 15 Juni. Roger II merasa tersinggung dan menolak berpartisipasi lebih lanjut. Di Perancis, Kepala biara Suger dan William II dari Nevers terpilih sebagai wali raja sementara raja pergi mengikuti perang salib. Di Jerman, pengkhotbahan lebih lanjut dilakukan oleh Adam dari Ebrach dan Otto dari Freising. Pada 13 Maret di Frankfurt, putra Conrad, Frederick, terpilih sebagai raja dibawah perwakilan Henry, Uskup kepala Mainz. Jerman berencana untuk pergi ke Tanah Suci pada hari Paskah, tetapi mereka tidak pergi sampai bulan Mei.[20]

Rute Jerman

Tentara Salib Jerman, tediri dari Franconia, Bayern, dan Swabia, meninggalkan tanah air mereka pada Mei 1147. Ottokar III dari Styria bergabung dengan Conrad di Wina, dan musuh Conrad, Geza II dari Hongaria, akhirnya membiarkan mereka lewat. Ketika 20.000 pasukan Jerman tiba di teritori Bizantium, Manuel takut mereka akan menyerang Bizantium, dan pasukan Bizantium ditugaskan agar tidak terjadi masalah apapun. Terdapat pertempuran kecil dengan beberapa orang Jerman yang tidak mau menurut di dekat Philippopolis dan di Adrianopel, dimana jendral Bizantium, Prosouch, bertempur dengan keponakan Conrad, yang nantinya akan menjadi kaisar, Frederick. Lebih buruk lagi, beberapa pasukan Jerman tewas karena banjir pada awal bulan September. Pada 10 September, mereka tiba di Konstantinopel, dimana hubungandengan Manuel kurang baik dan orang Jerman dipersilakan untuk menyebrang menuju Asia Kecil secepat mungkin. Manuel ingin Conrad meninggalkan beberapa pasukannya dibelakang untuk membantunya bertahan melawan serangan dari Roger II, yang telah mengambil kesempatan untuk untuk merebut kota-kota di Yunani, tapi Conrad menolak, walaupun ia adalah musuh dari Roger.[21]

Kaisar Frederick I, adipati Swabia selama Perang Salib Kedua
Kaisar Frederick I, adipati Swabia selama Perang Salib Kedua

Di Asia Kecil, Conrad memilih untuk tidak menunggu pasukan Perancis, dan maju menyerang Iconium, ibukota Kesultanan Rum. Conrad memisahkan pasukannya menjadi 2 divisi. Conrad memimpin salah satu 1 divisi, yang hampir dihancurkan oleh Seljuk pada 25 Oktober 1147 pada pertempuran kedua Dorylaeum.[22]

Turki Seljuk menggunakan taktiknya dalam berpura-pura mundur, lalu menyerang kavalri kecil Jerman yang terpisah dari pasukan utama karena mengejar mereka. Conrad mulai mundur pelan-pelan ke Konstantinopel, dan pasukannya diganggu setiap hari oleh Turki Seljuk, yang menyerang dan menaklukan penjaga depan. Bahkan Conrad terluka saat bertempur dengan mereka. Divisi yang lain, dipimpin oleh Otto dari Freising, maju ke selatan pantai Mediterania dan dapat ditaklukan pada awal tahun 1148.[23]

Rute Perancis

Lukisan Dinding Kaisar Manuel I
Lukisan Dinding Kaisar Manuel I

Tentara Salib Perancis berangkat dari Metz pada bulan Juni 1147, dipimpin oleh Louis, Thierry dari Elsas, Renaut I dari Bar, Amadeus III dari Savoy dan saudaranya William V dari Montferrat, William VII dari Auvergne, dan lain-lain, bersama dengan pasukan Lorraine, Bretagne, Burgundi, dan Aquitaine. Pasukan dari Provence, dipimpin oleh Alphonse dari Tolosa, memilih untuk menunggu sampai bulan Agustus. Di Worms, Louis bergabung dengan tentara salib dari Normandia dan Inggris. Mereka mengikuti rute Conrad dengan damai, meskipun Louis datang dalam konflik dengan Geza dari Hongaria sat Geza menemukan Louis telah mempersilakan orang Hongaria untuk bergabung dengan pasukannya.[24]

Sejak negosiasi awal diantara Louis dan Manuel, Manuel telah menghentikan kampanye militer melawan Kesultanan Rüm dan menandatangani gencatan senjata dengan Mas'ud. Hal ini dilakukan sehingga Manuel dapat mengkonsentrasikan pertahanan kekaisarannya dari tentara salib, yang memiliki reputasi buruk akibat pencurian dan pengkhianatan sejak Perang Salib Pertama. Mereka dituduh melakukan hal yang jahat di Konstantinopel. Hubungan Manuel dengan pasukan Perancis lebih baik daripada dengan orang Jerman. Beberapa orang Perancis marah karena gencatan senjata Manuel dengan Seljuk dan melakukan penyerangan di Konstantinopel, tapi mereka dapat dikendalikan oleh Louis.[25]

Ketika pasukan dari Savoy, Auvergne, dan Montferrat bergabung dengan Louis di Konstantinopel dengan melewati Italia dan menyebrang dari Brindisi menuju Durres, seluruh pasukan mereka menyebrangi Bosporus menuju Asia Kecil melalui kapal. Mereka disemangati oleh rumor bahwa Jerman telah merebut Iconium, tetapi Manuel menolak memberi Louis bantuan tentara Bizantium. Bizantium baru saja diserang oleh Roger II dari Sisilia, dan seluruh pasukan Manuel dibutuhkan di Balkan. Baik Jerman dan Perancis memasuki Asia tanpa bantuan Bizantium, tidak seperti pada Perang Salib Pertama. Dalam tradisi yang dibuat oleh kakek dari Manuel, Alexios I, Manuel menyuruh orang Perancis untuk mengembalikan teritori manapun yang direbutnya kepada Bizantium.[26]

Pasukan Perancis bertemu sisa dari pasukan Conrad di Nicea, dan Conrad bergabung dengan pasukan Louis. Mereka mengikuti rute Otto dari Freising, dan mereka tiba di Efesus pada bulan Desember, dimana mereka mempelajari bahwa Turki Seljuk mempersiapkan serangan terhadap mereka. Manuel juga mengirim duta besar yang menyatakan keluhan mengenai penjarahan dan perampasan yang dilakukan oleh Louis, dan tidak ada jaminan bahwa Bizantium akan membantu mereka melawan Turki Seljuk. Setelah itu, Conrad jatuh sakit dan kembali ke Konstantinopel, dimana Manuel memeriksanya. Louis tidak mendengarkan peringatan mengenai serangan Seljuk dan lalu bergerak keluar Efesus. Seljuk menunggu menyerang, tapi dalam pertempuran kecil diluar Efesus. Pasukan Perancis memenangkan perrtempuran tersebut.[27]

Mereka mencapai Laodicea pada Januari 1148, hampir pada waktu yang sama setelah pasukan Otto dari Freising dihancurkan di wilayah yang sama.[28] Melanjutkan serangan, barisan depan dibawah Amadeus dari Savoy terpisah dari sisa pasukan, dan pasukan Louis diikuti oleh Turki. Pasukan Turki tidak mengganggu dengan menyerang lebih lanjut dan pasukan Perancis bergerak menuju Adalia. Adalia telah dihancurkan oleh Seljuk, dan juga telah dibakar agar pasukan Perancis tidak mendapat makanan. Louis tidak lagi ingin bergerak melalui wilayah demi wilayah, dan memilih untuk mengumpulkan armada di Adalia dan berlabuh ke Antiokhia.[22] Setelah terlambat selama 1 bulan karena badai, hampir semua kapal yang dijanjikan tidak tiba. Louis dan koleganya mengambil kapal untuk diri mereka sendiri, sementara sisa pasukan harus melanjutkan perjalanan yang jauh ke Antiokhia. Pasukan itu hampir dihancurkan seluruhnya, baik karena serangan Turki maupun karena sakit.[29]

Perjalanan menuju Yerusalem

Raymond dari Poitiers menyambut Louis VII di Antiokhia.
Raymond dari Poitiers menyambut Louis VII di Antiokhia.

Louis tiba di Antiokhia pada tanggal 19 Maret, setelah terlambat akibat badai; Amadeus dari Savoy meninggal di Siprus selama perjalanan. Louis disambut oleh paman dari Aliénor, Raymond. Raymond mengharapkan ia membantunya bertahan melawan Seljuk dan menemaninya dalam ekspedisi melawan Aleppo, tetapi Louis menolak. Ia lebih memilih untuk menyelesaikan peziarahannya di Yerusalem daripada fokus dalam aspek militer perang salib.[30] Raymond ingin agar Aliénor, istri dari Louis, tetap berada di belakang dan menceraikan Louis jika ia menolak membantunya. Louis segera meninggalkan Antiokhia menuju County Tripoli. Sementara itu, Otto dari Freising dan sisa pasukannya tiba di Jerusalam pada awal bulan April, setelah itu Conrad segera sampai.[31] Fulk, Patriark dari Yerusalem, dikirim untuk mengundang Louis bergabung dengan mereka. Armada yang berhenti di Lisbon tiba, dan juga Provencal dibawah komando Aphonse dari Tolosa. Alphonse sendiri tewas dalam perjalanan menuju Yerusalem karena diracuni oleh Raymond II dari Tripoli, keponakannya yang takut akan aspirasi politiknya di Tripoli. Target utama tentara salib adalah Edessa, tetapi target yang lebih diutamakan oleh Raja Baldwin III dan Ordo Bait Allah adalah Damaskus.[30]

Dewan Akko

Kebangsawanan Yerusalem menyambut datangnya pasukan dari Eropa, dan diumumkan bahwa dewan harus melaksanakan pertemuan untuk menentukan target terbaik tentara salib. Pertemuan berlangsung pada tanggal 24 Juni 1148. Dewan Haute Cour bertemu dengan tentara salib dari Eropa di Palmarea, dekat kota Akko (kota utama di Kerajaan Yerusalem). Pertemuan ini adalah pertemuan Cour yang paling mengagumkan.[32]. Tidak ada orang dari Antiokhia, Tripoli, atau bekas County Edessa yang hadir. Baik Louis dan Conrad dibujuk untuk menyerang Damaskus.[33]

Beberapa bangsawan (baron) Yerusalem menunjuk bahwa menyerang Damaskus adalah tindakan yang tidak bijaksana, karena Dinasti Burid di Damaskus, meskipun Muslim, adalah sekutu mereka melawan dinasti Zengid. Conrad, Louis, dan Baldwin bersikeras bahwa Damaskus adalah kota suci untuk Kekristenan. Seperti Yerusalem dan Antiokhia, Damaskus akan menjadi hadiah yang patut diperhatikan di mata Kristen Eropa. Pada bulan Juli, pasukan mereka dikumpulkan di Tiberias dan bergerak menuju Damaskus. Dari keseluruhan, terdapat sekitar 50.000 pasukan.[34]

Pengepungan Damaskus

Tentara Salib memilih untuk menyerang Damaskus dari barat, dimana kebun buah akan memberi mereka makanan.[33] Mereka tiba pada tanggal 23 Juli. Pasukan Muslim sudah siap untuk serangan tersebut dan langsung menyerang pasukan yang bergerak melalui perkebunan diluar Damaskus. Damaskus meminta bantuan dari Saifuddin Ghazi I dari Aleppo dan Nuruddin Zengi dari Mosul. Damaskus lalu menyerang perkemahan tentara salib. Tentara salib dapat dipukul mundur dari tembok ke perkebunan, dimana mereka rentan terhadap serangan gerilya.[30]

Menurut William dari Tirus, pada 27 Juli, tentara salib memilih untuk bergerak ke bagian timur, yang lebih sedikit pertahanannya, tetapi memiliki lebih sedikit makanan dan air.[33] Nuruddin dan Saifuddin telah tiba. Dengan Nuruddin di lapangan, sangat tidak mungkin untuk kembali ke posisi mereka yang lebih baik.[30] Pemimpin tentara salib lokal menolak untuk meneruskan pengepungan, dan ketiga raja tidak memiliki pilihan selain meninggalkan kota.[33] Pertama Conrad, lalu sisa pasukan, memilih untuk mundur kembali ke Yerusalem pada 28 Juli. Ketika mundur, mereka diikuti oleh pemanah Turki yang menyerang mereka.[35]

Akibat

Setiap pihak Kristen merasa saling dikhianati satu sama lain.[33] Rencana baru dibuat untuk menyerang Ascalon, dan Conrad membawa pasukannya kesana, tapi tidak ada bantuan tiba, karena kurangnya kepercayaan akibat kegagalan pengepungan Damaskus. Ketidakpercayaan ini akan berkepanjangan akibat kekalahan mereka, sehingga menghancurkan kerajaan Kristen di Tanah Suci. Setelah ekspedisi Ascalon ditinggalkan, Conrad kembali ke Konstantinopel untuk memperdalam aliansi dengan Manuel. Louis tetap berada di Yerusalem sampai tahun 1149.

Bernard dari Clairvaux juga dipermalukan oleh kekalahan ini. Bernard meminta maaf kepada Paus. Menurutnya, dosa tentara salib adalah akibat dari ketidakberuntungan dan kegagalan mereka. Ketika usahanya untuk memanggil perang salib baru gagal, ia mencoba memisahkan dirinya dari kegagalan Perang Salib Kedua.[36] Ia meninggal dunia pada tahun 1153.

Perang Salib Wend mencapai beberapa hasil. Sementara Sachsen menyatakan Wagria dan Polabia sebagai jajahan mereka, pagan menguasai wilayah Obodrit di sebelah timur Lübeck. Sachsen juga menerima upeti dari Niklot, memungkinkan kolonisasi Keuskupan Havelberg, dan membebaskan beberapa tahanan Denmark. Namun, pemimpin Kristen yang berbeda memperlakukan pemimpin Kristen lain dengan kecurigaan dan saling menuduh telah mensabotase kampanye. Di Iberia, kampanye di Spanyol, bersama dengan pengepungan Lisbon, merupakan satu-satunya kemenangan Kristen dalam Perang Salib Kedua. Kampanye tersebut dianggap sebagai pertempuran penting dalam Reconquista, yang akan selesai pada tahun 1492.[19]

Serangan terhadap Damaskus membawa malapetaka kepada Yerusalem: Damaskus tidak lagi percaya kepada Kerajaan Tentara Salib, dan kota itu diberikan kepada Nuruddin tahun 1154. Baldwin III akhirnya mengepung Ascalon pada tahun 1153, yang membawa Mesir kedalam konflik ini. Yerusalem mampu memasuki Mesir dan merebut Kairo pada tahun 1160.[37] Namun, bantuan dari Eropa jarang datang setelah bencana dari Perang Salib Kedua. Raja Amalric I dari Yerusalem bersekutu dengan Bizantium dan berpartisipasi dalam invasi Mesir tahun 1169, tapi ekspedisi ini gagal. Pada tahun 1171, Saladin, keponakan dari salah satu jendarl Nuruddin, menjadi Sultan Mesir, mempersatukan Mesir dan Suriah, lalu mengepung kerajaan tentara Salib. Sementara itu, aliansi dengan Bizantium berakhir dengan kematian kaisar Manuel I pada tahun 1180, dan pada tahun 1187, Yerusalem diserang dan direbut oleh Saladin. Pasukannya lalu menyebar ke utara dan merebut semua ibukota dari negara-negara tentara salib, menyebabkan terjadinya Perang Salib Ketiga.[38]